Thursday, October 26, 2006

Hari Raya

Takbir menggema seolah-olah sebuah desir yang dikirimkan dari tempat berjarak dua malam pelayaran seperti tahun-tahun sebelumnya aku lupa kapan aku terakhir disana laki-laki tertahan dinding kota-kota yang berloncatan di kepala tak sanggup memahat apa-apa yang terlewat

terima kasih pada bau rambutmu dan tentang sebuah pagi di rumah beraroma kotoran sapi aku selalu ingat itu segaris pelangi ditingkahi ruam kopi membuatku bertanya kenapa aku pendosa
capung-capung mengapung kolam didepan rumah kita masih berlumut sebaris doa termasuk dirimu menunggu membuat ubun-ubunku terasa ngilu
cinta tak sabar menanti debar dirimu benar aku adalah
bangkai dalam bingkai

sepetak cinta di jendela yang selalu dihidangkan mama berhadapan selingkar jalan menuju senja

mama dulu mewant-wanti diriku

"Jangan pernah kesana,nanti kau lupa Tuhan ada dimana"

bila benar kasih mama adalah surga
berarti pasti aku akan terlempar ke neraka
karena telah berpuluh-puluh purnama aku mendurhaka
tak bersimpuh di kakinya

kenapa menangis,
bukankah ini garis yang kau pilih?

Jakarta,Oktober 2006

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home